MAKALAH
TBT.
PADI, KEDELAI, & JAGUNG
PENGARUH
JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN
JAGUNG
O
L
E
H
NAMA N
I M
ANDRIANSYAH
SIREGAR 1109000212
IKA
PERMANA 1109000
RISNA
MAYA SARI 1109000240
TITO
PRATAMA 1109000249
TBT.
PADI, KEDELAI, & JAGUNG
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ISLAM SUMATERA UTARA
M
E D A N
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb.
Puji syukur kami
ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, yang
telah memberikan kekuatan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk memenuhi salah satu
tugas TBT. Padi, Kedelai, & Jagung.
Kami sadar bahwa kami hanyalah
manusia biasa. Makalah ini pasti banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
kerena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman yang akan kami
gunakan untuk pembuatan makalah yang akan datang supaya lebih baik lagi.
Semoga makalah ini
memberi manfaat khususnya bagi aktivitas pendidikan dan umumnya bagi para
pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Medan, 13 Maret
2014
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays.L) merupakan bahan
pangan yang penting penghasil karbohidrat kedua setelah beras. Jagung juga
digunakan sebagai bahan makanan dan bahan baku industri seperti, kertas, minyak,
cat dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dengan pengaturan jarak
tanam yang benar dan tapat disertai pengelolaan yang baik maka potensi hasil
jagung dapat mencapai 4,50 ton/ha (Suprapto, 1986).
Di
Indonesia rata-rata produksi tanaman jagung per hektar dinilai masih rendah
yaitu sekitar 2,8 ton per ha. Sementara jika dibandingkan dengan negara-negara
penghasil jagung di Asia seperti RRC 4,6 ton/ha, Korea Selatan 4,1 ton/ha dan
Thailand 3,7 ton/ha. Rendahnya produksi jagung di Indonesia di pengaruhi oleh
beberapa faktor penyebab antara lain, tingginya harga benih varietas unggul,
petani belum memahami penggunaan pupuk secara tepat dan benar, minimnya
permodalan serta penggunaan pestisida yang berlebihan pada areal pertanaman
oleh pelaku usaha tani dapat mengakibatkan terjadinya resistensi hama terhadap
pestisida, dan pada waktu yang sama keberadaan musuh alami hama di areal lahan
pertanian terancam punah yang membawa dampak negatif yaitu terjadinya ledakan
serangan hama, akibatnya dapat menurunkan hasil produksi pertanian (Suprapato
dan Marzuki, 2002).
Berbagai
pola pengaturan jarak tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang
optimal. Penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung dipandang perlu, karena
untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang
merata, efektivitas penggunaan lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada
perkembangan hama dan penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang
diperlukan pada saat penanaman.
Penggunaan
jarak tanam yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi
akibatnya pertumbuhan tanaman akan tinggi memanjang karena bersaing dalam mendapatkan
cahaya sehingga akan menghambat proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak
optimal. Menurut Warisno (2002), Penggunaan jarak tanam jagung hibrida
sebaiknya 50 x 20 cm dan 50 x 40 cm dengan dua benih per lubang. Jarak tanam
yang ideal untuk tanaman jagung yaitu 50 x 60 cm. Sedangkan menurut Suprapto
(1998), penggunaan jarak tanam yang baik pada tanaman jagung 50 x 40 cm dan 50
x 80 cm dengan satu tanaman. Sebaliknya, menurut Harjadi (1997), penggunaan
jarak tanam yang terlalu lebar akan mengurangi efektivitas penggunaan lahan dan
memberikan kesempatan pertumbuhan gulma.
Jarak tanam
jagung untuk produksi biji umumnya menggunakan 75x25 cm (1 tanaman) atau 75x40
cm (2 tanaman). Jarak tanam yang sama juga diterapkan sebagian besar petani di
Amerika (ISU, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa jarak tanam yang lebih rapat
seringkali diterapkan untuk menekan pertumbuhan gulma, disamping hasil yang
diperoleh tidak berbeda nyata dengan jarak tanam rekomendasi. Larson (2003)
menyatakan bahwa jarak tanam dan penempatan benih adalah faktor yang sangat
berpengaruh pada potensi hasil jagung.
Gulma juga menjadi penyebab hilangnya
hasil produksi pertanian yang hampir setara dengan resiko serangan hama dan
penyakit. Masalah serangan hama dan penyakit tanaman umumnya bersifat temporal.
Sementara masalah yang ditimbulkan oleh gulma bersifat tetap dan berulang
(Soekisman, 1983).
TINJAUAN PUSTAKA
PENELITIAN 1
Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea
Mays L.) dan Gulma Terhadap Berbagai Jarak Tanam
Nurlaili
ü K1
= 50 x 20 cm
ü K2
= 50 x 40 cm
ü K3
= 50 x 60 cm
ü K4
= 50 x 80 cm
HASIL dan PEMBAHASAN
NO
|
PEUBAH
|
PERLAKUAN
|
KK
|
1
|
TINGGI
TANAMAN
|
1,19 tn
|
8,72%
|
2
|
UMUR
BERBUNGA
|
2,13 tn
|
9,66%
|
3
|
BERAT
KERING TANAMAN
|
0,12 tn
|
4,59%
|
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata
KK = koefisien keragaman
- Tinggi Tanaman
Dari
tabel didapatkan bahwa parameter tinggi tanaman jagung dari berbagai jarak
tanam menunjukkan tidak nyata berpengaruh. Secara tabulasi hasil perlakuan K2
menunjukkan pertumbuhan tanaman tertinggi 72,96 cm sedangkan terendah pada
perlakuan K3 66,30 cm.
- Umur Berbunga
Dengan
pengaturan jarak tanam pada pertumbuhan tanaman jagung terhadap pertumbuhan
gulma, hasil pemantauan semua perlakuan menunjukkan berpengaruh tidak nyata
terhadap umur berbunga pada tanaman jagung. Secara tabulasi hasil perlakuan K1
merupakan perlakuan terlama umur berbunga (50,72 hst) dan tercepat pada perlakuan
K3 (47,96 hst).
- Berat Kering Tanaman
Berdasarkan
hasil analisa sidik ragam pada pengaturan jarak tanam dari empat perlakuan
menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman hasil
penimbangan. Secara tabulasi tergambar bahwa pada perlakuan K3 menunjukan hasil
tertinggi (148,044 gram) sedangkan hasil terendah K2 (138,378 gram).
Hasil
olah data respon pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays. L) dan gulma
terhadap berbagai jarak tanam dari beberapa pengukuran parameter yang diamati
baik pada parameter peubah pertumbuhan tanaman jagung maupun parameter peubah
pertumbuhan gulma, hasil yang didapat secara tabulasi maupun Analisis sidik
ragam tidak terjadi pengaruh yang nyata pada penentuan masing-masing jarak
tanam baik pada jarak tanam 50 x 20 cm, 50 x 40 cm, 50 x 60 cm dan 50 x 80 cm.
Semua peubah yang diamati pada pertumbuhan tanaman jagung yaitu tinggi tanaman,
umur berbunga dan berat kering tanaman pada semua tingkat perlakuan jarak tanam
tidak terjadi pengaruh yang nyata ini artinya respon tanaman terhadap semua
perlakuan adalah sama. Minimalnya ketersediaan air untuk melakukan penyiraman
berakibat tidak optimalnya pertumbuhan tanaman jagung, dimana unsur hara yang
tersedia di dalam tanah proses penyerapan terganggu sehingga proses
fotosintesis menjadi terhambat dan asimilat yang tersedia di dalam tubuh
tanaman tidak tercukupi, secara fisiologis tampak pertumbuhan tanaman jagung
terhambat merana dan kerdil.
PENELITIAN 2
Pengaruh Pengaturan Jarak Tanam dan
Defoliasi pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
saccharata Sturt).
Dinar Parastiwi
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun
Dadaptulis, Desa Dadaprejo, Kecamatan Junrejo Kota Batu dengan jenis tanah
Inceptisol. Dilaksanakan pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007. Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dan
diulang 3 kali. Perlakuan jarak tanam diletakkan sebagai petak utama (J) yang
terdiri dari 3 macam yaitu (J1) = Jarak tanam 75 x 20, (J2) =
Jarak tanam 60 x 25, dan (J3) = Jarak tanam 50 x 30. Defoliasi (D)
ditempatkan sebagai anak petak dan terdiri dari 3 macam, yaitu (D0) =
Tanpa defoliasi, (D1) = Defoliasi 2 helai daun bawah, (D2) =
Defoliasi 4 helai daun bawah. Pengamatan dilakukan secara destruktif pada saat
tanaman berumur 15, 23, 31, 39, 47 dan 55 hst serta panen. Pengamatan meliputi
komponen pertumbuhan dan hasil. Komponen pertumbuhan meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun, bobot kering total tanaman. Komponen hasil meliputi
jumlah tongkol/tanaman, bobot tongkol kupas/tanaman, bobot tongkol
berklobot/tanaman, panjang tongkol kupas, diameter tongkol kupas, hasil tongkol
ha-1.
Analisis pertumbuhan tanaman meliputi laju pertumbuhan relatif (LPR) dan indeks
panen (IP). Pengamatan Penunjang meliputi intensitas cahaya matahari. Data yang
diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F) dengan kepercayaan 5%.
Dan untuk penentuan perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji BNT pada
kepercayaan 5%.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dan defoliasi
daun pada parameter pengamatan luas daun dan indeks luas daun. Tanaman dengan
perlakuan jarak tanam 50 cm x 30 cm memperlihatkan hasil yang berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam 60 cm x 25 cm dan jarak tanam 75 cm x
20 cm, terlihat pada parameter luas daun, indeks luas daun, laju pertumbuhan
relatif. Tanaman yang di defoliasi 4 daun bawah berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan tanpa defoliasi dan defoliasi 2 daun bawah. Terlihat pada
parameter bobot kering total tanaman, bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol
kupas dan hasil.
PENELITIAN 3
Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Pupuk terhadap Pertumbuhan,
Produksi Silase dan Biji Pipilan Jagung Hibrida pada Inceptisols Dramaga
I Gusti Made Subiksa
Penelitian
dilakukan pada tanah Inceptisols di Desa Cikarawang Dramaga Bogor, tekstur liat
dan reaksi tanah agak masam (pH 5,6). Penelitian dilakukan pada MH 2010/2011
menggunakan tanaman indikator jagung varietas P-21. Penelitian menggunakan
rancangan split plot dengan 3 ulangan.
Petak utama adalah:
S1 = jarak tanam konvensional 75x25 cm (populasi 53
ribu tanaman ha-1).
S2 = jarak tanam rapat 60x20 cm (populasi 83 ribu
tanaman ha-1).
Anak petak adalah:
J1 = pupuk tunggal NPK dengan dosis 350 kg urea, 170
kg SP-36, dan 150 kg KCl ha-1.
J2 = perlakuan J-1 ditambah 1,5 ton pukan ha-1;
J3 = pupuk NPK majemuk 400 kg ha-1;
J4 = perlakuan J-3 ditambah 1,5 ton pukan ha-1.
Pertumbuhan tanaman dan produksi silase
Pertumbuhan
tanaman jagung menunjukkan bahwa kerapatan populasi mempengaruhi tinggi
tanaman. Pada tingkat populasi 56 ribu tanaman ha-1 (jarak tanam 75x25 cm),
tinggi tanaman rata-rata berkisar antara 217-238 cm. Sedangkan pada jarak tanam
yang lebih rapat (60x20 cm) tinggi tanaman menjadi lebih tinggi yaitu antara
237- 247 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada jarak tanam yang lebih rapat,
persaingan tiap individu untuk memperoleh sinar matahari semakin tinggi
sehingga tanaman mengalami etiolasi.
Pemupukan dengan
NPK majemuk cenderung lebih berpengaruh terhadap tinggi tanaman dibandingkan
memupuk dengan NPK tunggal. Pengaruh NPK majemuk tampak lebih jelas pada
tingkat kerapatan tanaman lebih tinggi. Pupuk kandang tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap tinggi tanaman, baik yang dikombinasikan dengan NPK tunggal
maupun NPK majemuk.
Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
dan produksi silase.
Perlakuan Tinggi
tanaman 56 HST (cm) Jumlah daun 56 HST Produksi silase (t ha-1)
S1J1 217
b 12.4 a 43.4 b
S1J2 238
a 12.1 a 47.1 a
S1J3 235
a 12.8 a 44.7 ab
S1J4 233
a 11.9 a 49.8 a
Rerata S-1 230,75
A 12,30 A 46,25 B
S2J1 241
a 12.5 a 59.1 a
S2J2 237
a 11.8 a 60.2 a
S2J3 245
a 12.2 a 61.9 a
S2J4 247
a 12.4 a 62.7 a
Rerata S-2 242,50
A 12,23 A 60,98 A
Panen untuk
produksi silase dilakukan saat tanaman jagung mencapai fase pengisian biji.
Hasil panen untuk silase menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 60x20 cm
menghasilkan jumlah silase lebih tinggi dibandingkan perlakuan jarak tanam
75x25 cm. Pada jarak tanam 75x25 cm, produksi silase berkisar antara 43,4-49,8
t ha-1, sedang pada jarak tanam 60x20 cm produksi silase segar mencapai
59,1-62,7 t ha-1. Namun hasil silase yang dicapai ini masih lebih rendah
dibandingkan dengan produksi silase dari jagung Sukmaraga yang bisa mencapai 71
t ha-1 (Mejaya et al. 2005). Pemupukan dengan NPK majemuk Ponska
cenderung menghasilkan silase yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan NPK
tunggal yang di-blending. Hal ini diduga karena unsur N pada NPK majemuk
lepas lebih lambat dibandingkan dengan unsur N pada urea. Dengan demikian unsur
N pada NPK majemuk bisa bertahan lebih lama dan tercuci lebih sedikit dibandingkan
N pada urea.
Pemupukan dengan
pupuk kandang memiliki pengaruh yang nyata terhadap tanaman jagung yang ditanam
dengan jarak tanam konvensional (75x25 cm). Sedangkan pada jarak tanam yang
rapat (60x20 cm), pengaruh pupuk kandang tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa
pupuk kandang.
Produksi jagung
Data rata-rata
dari hasil pengamatan parameter produksi jagung ditampilkan pada Tabel 4. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh nyata terhadap ukuran
tongkol jagung. Panjang tongkol jagung lebih pendek pada jarak tanaman rapat (60x20
cm) dibandingkan dengan jarak tanam rekomendasi (75x25 cm). Diameter tongkol dan
berat tongkol juga mengalami penurunan yang nyata pada jarak tanam 60x20 cm.
Menurunnya
panjang, diameter, dan berat tongkol diduga disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain karena proses fotosintesis tidak optimal, tanaman tidak tumbuh
normal karena etiolasi, kompetisi mendapatkan unsur hara yang lebih tinggi dan
kemungkinan karena kegagalan penyerbukan akibat terhalang daun yang terlalu
lebat. Pupuk NPK majemuk Ponska tidak berpengaruh nyata terhadap diameter
tongkol, tetapi cenderung meningkatkan panjang tongkol dibandingkan NPK
tunggal, khususnya pada tanaman jagung yang ditanam dengan jarak 75x25 cm.
Rata-rata berat tongkol tidak dipengaruhi secara nyata oleh jenis pupuk NPK.
Namun demikian ada kecenderungan perlakuan dengan NPK majemuk memiliki
rata-rata bobot tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan NPK tunggal.
Jarak tanam
tidak berpengaruh terhadap produksi biji pipilan kering. Populasi yang tinggi
dengan jarak tanam yang rapat (60x20 cm) tidak serta merta meningkatkan hasil jagung
pipilan dibandingkan dengan jarak tanam yang direkomendasikan. Hal ini disebabkan
karena jarak tanam yang rapat, persaingan mendapatkan sinar matahari dan unsur
hara menjadi sangat ketat. Walaupun populasi lebih banyak, namun tongkol yang terbentuk
lebih pendek dan lebih kecil, sehingga pada akhirnya produksi tidak optimal.
Pada perlakuan
jarak tanam 75x25 cm rata-rata hasil yang diperoleh berkisar antara 6,85- 7,50
t ha-1, sedangkan dengan jarak tanam yang rapat hasil jagung pipilan kering
mencapai 6,83-7,33 t ha-1. Hal ini berarti bahwa tanaman jagung yang ditanam
rapat untuk produksi silase, sewaktu-waktu dapat dikonversi menjadi pertanaman
untuk produksi biji tanpa khawatir produksi biji jagung pipilan. Hal ini
penting mengingat harga silase bisa berfluktuasi tajam karena harga ditetapkan
oleh pembeli dari luar negeri.
Pengaruh perlakuan terhadap parameter komponen hasil.
Perlakuan Panjang tongkol Diameter tongkol Berat tongkol Produksi
biji
S1J1 20,75 b 5,21 a 193 a 6.850 b
S1J2 22,03 ab 5,27 a 208 a 7.397
ab
S1J3 24,75 a 5,08 a 205 a 7.420 ab
S1J4 23,94 ab 5,31 a 216 a 7.503
a
Rerata S-1 22,87 A 5,22 A 205,50 A 7.29
A
S2J1 17,37 a 4,97 a 168 a 6.830 a
S2J2 18,10 a 4,93 a 182 a 7.327 a
S2J3 18,60 a 4,65 a 180 a 7.177 a
S2J4 18,53 a 4,85 a 169 a 7.300 a
Rerata S-2 18,15 B 4,85 A 174,75 B 7.16
A
Pemupukan dengan
NPK majemuk Ponska secara umum cenderung menghasilkan biji jagung pipilan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan NPK tunggal. Tanaman yang ditanam dengan jarak
konvensional 75x25 cm, peningkatan hasilnya lebih baik dibandingkan tanaman
dengan jarak tanam yang rapat.